Kamis, 02 Februari 2017

Asuhan Keperawatan untuk DHF

Askep DHF - Asuhan Keperawatan DHF


A. Pengertian

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 1995 ; 341).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).


B. Klasifikasi

DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi ;

  1. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet (+), trombositopenia, dan hemakonsentrasi
  2. Derajat II : Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain
  3. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari ( tanda-tanda dini renjatan )
  4. Derajat IV : Renjatan berat ( DSS ) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.


C. Etiologi

1. Virus Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavovirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.

2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;420).


D. Tanda dan Gejala

1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.

2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat (Ngastiyah, 1995 ; 349).

3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.

4. Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.


E. Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi.


F. Pemeriksaan Penunjang

  1. Darah ; Leukopenia terjadi pada hari ke 2 atau 3, karena berkuarangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali. Trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji tourniquet positif merupakan pemeriksaan yang penting. Masa pembekuan normal tapi masa perdarahan memanjang.
  2. Urine ; Mungkin ditemukan albuminuria ringan
  3. Sumsum tulang ; Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi
  4. Serologi ; Dengan mengukur titer antibodi dengan cara haemaglutination inhibition test ( HI Test ) atau dengan uji pengikatan komplemen untuk mengetahui tipe virus yang mungkin timbul kembali dari 4 serotipe yang ada.


G. Pencegahan

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :

1. Lingkungan.
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia.

2. Biologis.
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang).

3. Kimiawi.
Pengendalian kimiawi antara lain :
  • Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
  • Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

H. Komplikasi
  1. DHF mengakibatkan perdarahan pada semua organ tubuh seperti; perdarahan ginjal, otak, jantung, patu-paru, limfa dan hati karena pembuluh darah mudah rusak dan bocor. Sehingga tubuh kehabisan darah dan cairan, serta menyebabkan kematian.
  2. Enselopati
  3. Gangguan kesadaran dan disertai kejang
  4. Disorientasi

I. Penatalaksanaan

Setiap penderita tersangka DHF sebaiknya dirawat ditempat terpisah dengan penderita lain, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk, dan penatalaksanaan DHF tanpa penyulit adalah ;
  1. Tirah baring
  2. Makanan lunak ; Bila belum ada nafsu makan dianjurkan minum banyak 1,5 – 2 liter dalam 24 jam.
  3. Medikamentosa yang bersifat simptomatis ; Antipiretik, kompres dingin
  4. Antibiotika diberikan bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder
  5. Terapi cairan intra vena
  6. Transfusi



Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan DHF

A. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, komunikasi dan data tentang pasien. Pengkajian ini didapat dari dua tipe yaitu data subyektif dan persepsi tentang masalah kesehatan mereka dan data obyektif yaitu pengamatan/pengukuran yang dibuat oleh pengumpulan data.

Berdasarkan klasifikasi NANDA (Herdman, 2010), fokus pengkajian yang harus dikaji tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus:

1. Aktivitas/ Istirahat

  • Gejala: keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi.

2. Sirkulasi

  • Tanda: peningkatan TD, HR, nadi, kulit hangat dan kemerahan.

3. Eliminasi

  • Gejala: riwayat ISK, obstruksi sebelumnya, penurunan volume urin, rasa terbakar.
  • Tanda: oliguria, hematuria, piouria, perubahan pola berkemih.

4. Pencernaan

  • Tanda: mual-mual, muntah.



B. Diagnosa Keperawatan

Diagnose keperawatan menurut NANDA (Herdman, 2010):

  1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
  2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
  3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksi.
  4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
  5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring.
  6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
  7. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.



C. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan menurut NIC dan NOC (Judith, 2009) :

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia) Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien dapat berkurang/ teratasi.

Kriteria hasil: Pasien mengatakan kondisi tubuhnya nyaman, Suhu 36,80C-37,50C, Tekanan darah 120/80 mmHg, Respirasi 16-24 x/mnt, Nadi 60-100 x/mnt.

Intervensi:

  • Kaji saat timbulnya demam, rasionalnya untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
  • Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam, rasionalnya tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
  • Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam), rasionalnya peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
  • Berikan kompres hangat, rasionalnya dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
  • Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal, rasionalnya pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh
  • Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter, rasionalnya pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi

2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dan menghilang.

Kriteria hasil: Pasien mengatakan nyerinya hilang, nyeri berada pada skala 0-3, tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 36,80C-37,50C, respirasi 16-24 x/mnt, nadi 60-100 x/mnt (Judith, 2009).

Intervensi:

  • Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi), rasional mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi komplikasi
  • Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan, rasionalnya lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi.
  • Berikan aktifitas hiburan yang tepat, rasional memfokuskan kembali perhatian; meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi nyeri.
  • Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan, rasional keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi.
  • Ajarkan pasien teknik relaksasi, rasionalnya relaksasi akan memindahkan rasa nyeri ke hal lain.
  • Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik, rasionalnya memberikan penurunan nyeri.


3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi.

Kriteria hasil: Mencerna jumlah kalori dan nutrisi yang tepat, menunjukkan tingkat energi biasanya, berat badan stabil atau bertambah (Judith, 2009).

Intervensi :

  • Observasi keadaan umam pasien dan keluhan pasien, rasional mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh pasien.
  • Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien, rasional mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
  • Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi, rasionalnya mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya)
  • Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai dengan program diit, rasionalnya jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang
  • Ajarkan pasien dan libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi, rasionalnya meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami nutrisi pasien
  • Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual, rasionalnya pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual sehingga kebutuhan nutrisi pasien tercukupi.


4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil: TD 120/80 mmHg, RR 16-24 x/mnt, Nadi 60-100 x/mnt, Turgor kulit baik, Haluaran urin tepat secara individu, Kadar elektrolit dalam batas normal (Judith, 2009).

Intervensi:

  • Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tanda vital, rasionalnya hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardi
  • Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul, rasionalnya pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi
  • Kaji suhu warna kulit dan kelembabannya, rasionalnya merupakan indicator dari dehidrasi.
  • Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa, rasionalnya demam dengan kulit kemerahan, kering menunjukkan dehidrasi.
  • Pantau masukan dan pengeluaran cairan, rasionalnya memberi perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan program pengobatan.
  • Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung, rasionalnya mempertahankan volume sirkulasi.
  • Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung, rasionalnya kekurangan cairan dan elektrolit menimbulkan muntah sehingga kekurangan cairan dan elektrolit.
  • Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur, rasionalnya pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan beban cairan
  • Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium(Ht, BUN, Na, K), rasionalnya mempercepat proses penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan cairan


5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring.

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat mencapai kemampuan aktivitas yang optimal.

Kriteria hasil: Pergerakan pasien bertambah luas, Pasien dpt melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri, berjalan), Rasa nyeri berkurang, Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan (Judith, 2009).

Intervensi:

  • Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien, rasionalnya mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
  • Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas, rasionlanya pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan
  • Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan, rasionalnya melatih otot – otot kaki sehingga berfungsi dengan baik
  • Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya, rasionalnya agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
  • Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: dokter (pemberian analgesic), rasionalnya analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri.


6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi syok hipovolemik.

Kriteria hasil : TD 120/80 mmHg, RR 16-24 x/mnt, Nadi 60-100 x/mnt, Turgor kulit baik, Haluaran urin tepat secara individu, Kadar elektrolit dalam batas normal (Judith, 2009).

Intervensi:

  • Monitor keadaan umum pasien, rasionalna memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
  • Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam, rasionalnya tanda-tanda vital normal menandakan keadaan umum baik
  • Monitor tanda perdarahan, rasionalnya perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
  • Cek haemoglobin, hematokrit, trombosit, rasionalnya untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
  • Berikan transfusi sesuai program dokter, rasionalnya untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
  • Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik, rasionalnya untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.


7. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi perdarahan.

Kriteria hasil: Tekanan darah 120/80 mmHg, Trombosit 150.000-400.000 (Judith, 2009).

Intervensi:

  • Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis, rasionalnya penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
  • Anjurkan pasien untuk banyak istirahat, rasionalnya aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan
  • Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut, rasionalnya membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin
  • Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya, rasionalnya memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search