Selasa, 08 Desember 2015

Asuhan Keperawatan untuk Anemia


Askep Anemia

1. Pengertian

Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges,1999).

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah.1997).

Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).

Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).


2. Etiologi

Penyebab anemia antara lain:
  • Perdarahan
  • Kekurangan gizi seperti: zat besi, vitamin B12, dan asam folat. (Barbara C. Long, 1996 )
  • Penyakit kronik, seperti gagal ginjal, abses paru, bronkiektasis, empiema, dll.
  • Kelainan darah
  • Ketidaksanggupan sum-sum tulang membentuk sel-sel darah. (Arif Mansjoer, 2001)

Penyebab umum dari anemia
  • Perdarahan hebat
  • Akut (mendadak)
  • Kecelakaan
  • Pembedahan
  • Persalinan
  • Pecah pembuluh darah
  • Penyakit Kronik (menahun)
  • Perdarahan hidung
  • Wasir (hemoroid)
  • Ulkus peptikum
  • Kanker atau polip di saluran pencernaan
  • Tumor ginjal atau kandung kemih
  • Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
  • Berkurangnya pembentukan sel darah merah
  • Kekurangan zat besi
  • Kekurangan vitamin B12
  • Kekurangan asam folat
  • Kekurangan vitamin C
  • Penyakit kronik
  • Meningkatnya penghancuran sel darah merah
  • Pembesaran limpa
  • Kerusakan mekanik pada sel darah merah
  • Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
  • Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
  • Sferositosis herediter
  • Elliptositosis herediter
  • Kekurangan G6PD
  • Penyakit sel sabit
  • Penyakit hemoglobin C
  • Penyakit hemoglobin S-C
  • Penyakit hemoglobin E
  • Thalasemia (Burton, 1990).


3. Klasifikasi

Secara patofisiologi anemia terdiri dari:
  1. Penurunan produksi: anemia defisiensi, anemia aplastik.
  2. Peningkatan penghancuran: anemia karena perdarahan, anemia hemolitik.

Secara umum anemia dikelompokan menjadi:
  1. Anemia mikrositik hipokrom
    • Anemia defisiensi besi
      Untuk membuat sel darah merah diperlukan zat besi (Fe). Kebutuhan Fe sekitar 20 mg/hari, dan hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 mg, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35 mg/kg BB pada wanita. Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis), inipun tidak akan menyebabkan anemia bila tidak disertai malnutrisi. Anemia jenis ini dapat pula disebabkan karena:
      • Diet yang tidak mencukupi
      • Absorpsi yang menurun
      • Kebutuhan yang meningkat pada wanita hamil dan menyusui
      • Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah
      • Hemoglobinuria
      • Penyimpanan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.
    • Anemia penyakit kronik
      Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial siderosis. Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi seperti infeksi ginjal, paru (abses, empiema, dll).
  2. Anemia makrositik
    • Anemia Pernisiosa Anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik karena gangguan absorsi yang merupakan penyakit herediter autoimun maupun faktor ekstrinsik karena kekurangan asupan vitamin B12.
    • Anemia defisiensi asam folat. Anemia ini umumnya berhubungan dengan malnutrisi, namun penurunan absorpsi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh saluran cerna. Asam folat terdapat dalam daging, susu, dan daun–daun yang hijau.
  3. Anemia karena perdarahan
    • Perdarahan akut. Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
    • Perdarahan kronik. Pengeluaran darah biasanya sedikit–sedikit sehingga tidak diketahui pasien. Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan saluran cerna, dan epistaksis.
  4. Anemia hemolitik
    Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120 hari ), baik sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena kelainan membran, kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun, infeksi, hipersplenisme, dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan splenomegali.
  5. Anemia aplastik
    Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah. Penyebabnya bisa kongenital, idiopatik, kemoterapi, radioterapi, toksin, dll.

4. Patofisiologi 

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).


5. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala umum yang sering dijumpai pada pasien anemia antara lain: pucat, lemah, cepat lelah, keringat dingin, takikardi, hypotensi, palpitasi. (Barbara C. Long, 1996). Takipnea (saat latihan fisik), perubahan kulit dan mukosa (pada anemia defisiensi Fe). Anorexia, diare, ikterik sering dijumpai pada pasien anemia pernisiosa (Arif Mansjoer, 2001)


6. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium ditemui:
  • Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12–14 g/dl )
  • Kadar Ht menurun ( normal 37% – 41% )
  • Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
  • Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
  • Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak ( pada anemia aplastik).

7. Komplikasi

Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).


Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Anemia


A. Pengkajian

1. Aktifitas / Istirahat
  • Keletihan, kelemahan, malaise umum.
  • Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja
  • Toleransi terhadap latihan rendah.
  • Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
2. Sirkulasi
  • Riwayat kehilangan darah kronis,
  • Riwayat endokarditis infektif kronis.
  • Palpitasi.
3. Integritas ego
  • Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan pengobatan, misalnya: penolakan tranfusi darah.
4. Eliminasi
  • Riwayat pielonenepritis, gagal ginjal.
  • Flatulen, sindrom malabsobsi.
  • Hematemesi, melana.
  • Diare atau konstipasi
5. Makanan / cairan
  • Nafsu makan menurun
  • Mual/ muntah
  •  Berat badan menurun
6. Nyeri / kenyamanan
  • Lokasi nyeri terutama di daerah abdomen dan kepala.
7. Pernapasan
  • Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas
8. Seksualitas
  • Perubahan menstuasi misalnya menoragia, amenore
  • Menurunnya fungsi seksual
  • Impotent


Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen / nutrisi ke sel.

Ditandai dengan:
  • Palpitasi,
  • Kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan rambut rapuh,
  • Ekstremitas dingin
  • Perubahan tekanan darah, pengisian kapiler lambat
  • Ketidakmampuan berkonsentrasi, disorientasi

Tujuan: menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat

Intervensi :
  • Kaji tanda-tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dasar kuku
  • Beri posisi semi fowler
  • Kaji nyeri dan adanya palpitasi
  • Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh pasien
  • Hindari penggunaan penghangat atau air panas

Kolaborasi:
  • Monitor pemeriksaan laboratorium misal Hb/Ht dan jumlah SDM
  • Berikan SDM darah lengkap /pocket
  • Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi


2. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen

Ditandai dengan:
  • Kelemahan dan kelelahan
  • Mengeluh penurunan aktifitas /latihan
  • Lebih banyak memerlukan istirahat /tidur
  • Palpitasi, takikardi, peningkatan tekanan darah,

Tujuan: terjadi peningkatan toleransi aktifitas.

Intervensi :
  • Kaji kemampuan aktifitas pasien
  • Kaji tanda-tanda vital saat melakukan aktifitas
  • Bantu kebutuhan aktifitas pasien jika diperlukan
  • Anjurkan kepada pasien untuk menghentikan aktifitas jika terjadi palpitasi
  • Gunakan tehnik penghematan energi misalnya mandi dengan duduk.


3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, absorbsi makanan

Ditandai dengan:
  • Penurunan berat badan normal
  • Penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut.
  • Nafsu makan menurun, mual
  • Kehilangan tonus otot

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi yang dikuti dengan peningkatan berat badan.


Intervensi :
  • Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
  • Observasi dan catat masukan makanan pasien
  • Timbang berat badan tiap hari
  • Berikan makanan sedikit dan frekuensi yang sering
  • Observasi mual, muntah , flatus dan gejala lain yang berhubungan
  • Bantu dan berikan hygiene mulut yang baik

Kolaborasi:
  • Konsul pada ahli gizi
  • Berikan obat sesuai dengan indikasi misalnya: vitamin dan mineral suplemen. 3. Berikan suplemen nutrisi

4. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan , efek samping penggunaan obat

Ditandai dengan :
  • Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses
  • Mual, muntah, penurunan nafsu makan
  • Nyeri abdomen
  • Ganguan peristaltic

Tujuan: pola eliminasi normal sesuai dengan fungsinya

Intervensi :
  • Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
  • Kaji bunyi usus
  • Beri cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung
  • Hindari makan yang berbentuk gas
  • Kaji kondisi kulit perianal

Kolaborasi
  • Konsul ahli gizi untuk pemberian diit seimbang
  • Beri laksatif
  • Beri obat anti diare


5. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder yang tidak adekuat.

Ditandai dengan tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala- gejala yang membuat diagnosa actual

Tujuan: terjadi penurunan resiko infeksi

Intervensi :
  • Tingkatkan cuci tangan dengan baik
  • Pertahankan tehnik aseptik ketat pada setiap tindakan
  • Bantu perawatan kulit perianal dan oral dengan cermat
  • Batasi pengunjung

Kolaborasi
  • Ambil spesemen untuk kultur
  • Berikan antiseptic topikak, antibiotic sistemik.

Search