Selasa, 08 Desember 2015

Asuhan Keperawatan untuk Anemia


Askep Anemia

1. Pengertian

Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges,1999).

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah.1997).

Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).

Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).


2. Etiologi

Penyebab anemia antara lain:
  • Perdarahan
  • Kekurangan gizi seperti: zat besi, vitamin B12, dan asam folat. (Barbara C. Long, 1996 )
  • Penyakit kronik, seperti gagal ginjal, abses paru, bronkiektasis, empiema, dll.
  • Kelainan darah
  • Ketidaksanggupan sum-sum tulang membentuk sel-sel darah. (Arif Mansjoer, 2001)

Penyebab umum dari anemia
  • Perdarahan hebat
  • Akut (mendadak)
  • Kecelakaan
  • Pembedahan
  • Persalinan
  • Pecah pembuluh darah
  • Penyakit Kronik (menahun)
  • Perdarahan hidung
  • Wasir (hemoroid)
  • Ulkus peptikum
  • Kanker atau polip di saluran pencernaan
  • Tumor ginjal atau kandung kemih
  • Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
  • Berkurangnya pembentukan sel darah merah
  • Kekurangan zat besi
  • Kekurangan vitamin B12
  • Kekurangan asam folat
  • Kekurangan vitamin C
  • Penyakit kronik
  • Meningkatnya penghancuran sel darah merah
  • Pembesaran limpa
  • Kerusakan mekanik pada sel darah merah
  • Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
  • Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
  • Sferositosis herediter
  • Elliptositosis herediter
  • Kekurangan G6PD
  • Penyakit sel sabit
  • Penyakit hemoglobin C
  • Penyakit hemoglobin S-C
  • Penyakit hemoglobin E
  • Thalasemia (Burton, 1990).


3. Klasifikasi

Secara patofisiologi anemia terdiri dari:
  1. Penurunan produksi: anemia defisiensi, anemia aplastik.
  2. Peningkatan penghancuran: anemia karena perdarahan, anemia hemolitik.

Secara umum anemia dikelompokan menjadi:
  1. Anemia mikrositik hipokrom
    • Anemia defisiensi besi
      Untuk membuat sel darah merah diperlukan zat besi (Fe). Kebutuhan Fe sekitar 20 mg/hari, dan hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 mg, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35 mg/kg BB pada wanita. Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis), inipun tidak akan menyebabkan anemia bila tidak disertai malnutrisi. Anemia jenis ini dapat pula disebabkan karena:
      • Diet yang tidak mencukupi
      • Absorpsi yang menurun
      • Kebutuhan yang meningkat pada wanita hamil dan menyusui
      • Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah
      • Hemoglobinuria
      • Penyimpanan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.
    • Anemia penyakit kronik
      Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial siderosis. Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi seperti infeksi ginjal, paru (abses, empiema, dll).
  2. Anemia makrositik
    • Anemia Pernisiosa Anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik karena gangguan absorsi yang merupakan penyakit herediter autoimun maupun faktor ekstrinsik karena kekurangan asupan vitamin B12.
    • Anemia defisiensi asam folat. Anemia ini umumnya berhubungan dengan malnutrisi, namun penurunan absorpsi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh saluran cerna. Asam folat terdapat dalam daging, susu, dan daun–daun yang hijau.
  3. Anemia karena perdarahan
    • Perdarahan akut. Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
    • Perdarahan kronik. Pengeluaran darah biasanya sedikit–sedikit sehingga tidak diketahui pasien. Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan saluran cerna, dan epistaksis.
  4. Anemia hemolitik
    Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120 hari ), baik sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena kelainan membran, kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun, infeksi, hipersplenisme, dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan splenomegali.
  5. Anemia aplastik
    Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah. Penyebabnya bisa kongenital, idiopatik, kemoterapi, radioterapi, toksin, dll.

4. Patofisiologi 

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).


5. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala umum yang sering dijumpai pada pasien anemia antara lain: pucat, lemah, cepat lelah, keringat dingin, takikardi, hypotensi, palpitasi. (Barbara C. Long, 1996). Takipnea (saat latihan fisik), perubahan kulit dan mukosa (pada anemia defisiensi Fe). Anorexia, diare, ikterik sering dijumpai pada pasien anemia pernisiosa (Arif Mansjoer, 2001)


6. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium ditemui:
  • Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12–14 g/dl )
  • Kadar Ht menurun ( normal 37% – 41% )
  • Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
  • Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
  • Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak ( pada anemia aplastik).

7. Komplikasi

Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).


Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Anemia


A. Pengkajian

1. Aktifitas / Istirahat
  • Keletihan, kelemahan, malaise umum.
  • Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja
  • Toleransi terhadap latihan rendah.
  • Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
2. Sirkulasi
  • Riwayat kehilangan darah kronis,
  • Riwayat endokarditis infektif kronis.
  • Palpitasi.
3. Integritas ego
  • Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan pengobatan, misalnya: penolakan tranfusi darah.
4. Eliminasi
  • Riwayat pielonenepritis, gagal ginjal.
  • Flatulen, sindrom malabsobsi.
  • Hematemesi, melana.
  • Diare atau konstipasi
5. Makanan / cairan
  • Nafsu makan menurun
  • Mual/ muntah
  •  Berat badan menurun
6. Nyeri / kenyamanan
  • Lokasi nyeri terutama di daerah abdomen dan kepala.
7. Pernapasan
  • Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas
8. Seksualitas
  • Perubahan menstuasi misalnya menoragia, amenore
  • Menurunnya fungsi seksual
  • Impotent


Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen / nutrisi ke sel.

Ditandai dengan:
  • Palpitasi,
  • Kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan rambut rapuh,
  • Ekstremitas dingin
  • Perubahan tekanan darah, pengisian kapiler lambat
  • Ketidakmampuan berkonsentrasi, disorientasi

Tujuan: menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat

Intervensi :
  • Kaji tanda-tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dasar kuku
  • Beri posisi semi fowler
  • Kaji nyeri dan adanya palpitasi
  • Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh pasien
  • Hindari penggunaan penghangat atau air panas

Kolaborasi:
  • Monitor pemeriksaan laboratorium misal Hb/Ht dan jumlah SDM
  • Berikan SDM darah lengkap /pocket
  • Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi


2. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen

Ditandai dengan:
  • Kelemahan dan kelelahan
  • Mengeluh penurunan aktifitas /latihan
  • Lebih banyak memerlukan istirahat /tidur
  • Palpitasi, takikardi, peningkatan tekanan darah,

Tujuan: terjadi peningkatan toleransi aktifitas.

Intervensi :
  • Kaji kemampuan aktifitas pasien
  • Kaji tanda-tanda vital saat melakukan aktifitas
  • Bantu kebutuhan aktifitas pasien jika diperlukan
  • Anjurkan kepada pasien untuk menghentikan aktifitas jika terjadi palpitasi
  • Gunakan tehnik penghematan energi misalnya mandi dengan duduk.


3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, absorbsi makanan

Ditandai dengan:
  • Penurunan berat badan normal
  • Penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut.
  • Nafsu makan menurun, mual
  • Kehilangan tonus otot

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi yang dikuti dengan peningkatan berat badan.


Intervensi :
  • Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
  • Observasi dan catat masukan makanan pasien
  • Timbang berat badan tiap hari
  • Berikan makanan sedikit dan frekuensi yang sering
  • Observasi mual, muntah , flatus dan gejala lain yang berhubungan
  • Bantu dan berikan hygiene mulut yang baik

Kolaborasi:
  • Konsul pada ahli gizi
  • Berikan obat sesuai dengan indikasi misalnya: vitamin dan mineral suplemen. 3. Berikan suplemen nutrisi

4. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan , efek samping penggunaan obat

Ditandai dengan :
  • Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses
  • Mual, muntah, penurunan nafsu makan
  • Nyeri abdomen
  • Ganguan peristaltic

Tujuan: pola eliminasi normal sesuai dengan fungsinya

Intervensi :
  • Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
  • Kaji bunyi usus
  • Beri cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung
  • Hindari makan yang berbentuk gas
  • Kaji kondisi kulit perianal

Kolaborasi
  • Konsul ahli gizi untuk pemberian diit seimbang
  • Beri laksatif
  • Beri obat anti diare


5. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder yang tidak adekuat.

Ditandai dengan tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala- gejala yang membuat diagnosa actual

Tujuan: terjadi penurunan resiko infeksi

Intervensi :
  • Tingkatkan cuci tangan dengan baik
  • Pertahankan tehnik aseptik ketat pada setiap tindakan
  • Bantu perawatan kulit perianal dan oral dengan cermat
  • Batasi pengunjung

Kolaborasi
  • Ambil spesemen untuk kultur
  • Berikan antiseptic topikak, antibiotic sistemik.

Kamis, 05 November 2015

Asuhan Keperawatan untuk Diabetes Mellitus

Askep Diabetes Mellitus - Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus

1. Pengertian

Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Noer, 2003).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes mellitus adalah penyakit yang sering dijumpai sebagai akibat dari defisiensi insulin atau penurunan efektivitas insulin (Brooker, 2001).

Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

Diabetes mellitus adalah penyakit dimana penderita tidak bisa mengontrol kadar gula dalam tubuhnya. Tubuh akan selalu kekurangan ataupun kelebihan gula sehingga mengganggu system kerja tubuh secara keseluruhan (FKUI, 2001).


2. Klasifikasi
  • Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1) : Kekerapan DM Tipe 1 di negara barat + 10% dari DM Tipe 2. Di negara tropik jauh lebih sedikit lagi. Gambaran kliniknya biasanyatimbul pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil balig. Tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa.
  • Diabates Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2) : DM Tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul makin sering setelah umur 40 dengan catatan pada dekade ketujuh kekerapan diabetes mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada rata-rata orang dewasa.
  • Diabetes Melitus Tipe Lain : Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM.
  • Diabetes Melitus Gestasional : Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.

3. Etiologi


  • Virus dan Bakteri : Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
  • Bahan Toksik atau Beracun : Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.
  • Genetik atau Faktor Keturunan : Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan. Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.


4. Tanda dan Gejala


1. Diabetes Tipe I
  • hiperglikemia berpuasa
  • glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
  • keletihan dan kelemahan
  • ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
  • lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
  • gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
  • komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)


5. Patofisiologi

Dalam proses metabolisme,insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel. Insulin adalah suatu zat yang dikeluarkan oleh sel beta di Pankreas.

1) Pankreas
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta. Sel beta mngeluarkan hormon insulin untuk mengatur kadar glukosa darah. Selain sel beta ada juga srl alfa yang memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknya dengan insulin yaitu meningkatkan kadar glukosa darah. Juga ada sel delta yang mngeluarkan somastostatin.

2) Kerja Insulin
Insulin diibaratkan sebagai anak kunci untuk membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel, glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga.

3) Patofisiologi DM Tipe 1
Mengapa insulin pada DM Tipe 1 tidak ada? Ini disebabkan oleh karena pada jenis ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan karena adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan timbulnya anti bodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta.

4) Patofisiologi DM Tipe 2
Pada DM Tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang. Reseptor inulin ini diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan glukosa di dalam darah akan meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada DM Tipe 1. Perbedaanya adalah DM Tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi,juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin.

Faktor-faktor yang banyak berperan sebagai penyebab resistensi insulin:
  • Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
  • Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
  • Kurang gerak badan
  • Faktor keturunan (herediter)

6. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, lemas,dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan oleh pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria,serta pruritus dan vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan dan gejala khas, ditemukannya pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Umumnya hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang baru satu kali saja abnormal belum cukup untuk diagnosis klinis DM.

Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa pernah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan yang berbeda ataupun adanya 2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama.

Cara pemeriksaan TTGO
  • Tiga hari sebelumnya makan seperti biasa
  • Kegiatan jasmani cukup, tidak terlalu banyak
  • Puasa semalam, selama 10-12 jam
  • Glukosa darah puasa diperiksa
  • Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum selama / dalam waktu 5 menit
  • Diperiksa glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
  • Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak.

7. Penatalaksanaan

Obat Hipoglikemik Oral
1) Pemicu sekresi insulin:
  • Sulfonilurea
  • Glinid
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin:
  • Biguanid
  • Tiazolidindion
  • Penghambat glukosidase alfa

Insulin

Pencegahan komplikasi
  • Berhenti merokok
  • Mengoptimalkan kadar kolesterol
  • Menjaga berat tubuh yang stabil
  • Mengontrol tekanan darah tinggi
  • Olahraga teratur dapat bermanfaat : Mengendalikan kadar glukosa darah, Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan), Membantu mengurangi stres, Memperkuat otot dan jantung, Meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’ (HDL), Membantu menurunkan tekanan darah.


Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diabetes Mellitus

Pengkajian
  1. Riwayat Kesehatan Keluarga. Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
  2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya.
  3. Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
  4. Aktivitas/ Istirahat : Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
  5. Sirkulasi : Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
  6. Integritas Ego : Stress, ansietas
  7. Eliminasi : Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
  8. Makanan / Cairan : Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
  9. Neurosensori : Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
  10. Nyeri / Kenyamanan : Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
  11. Pernapasan : Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
  12. Keamanan : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.


Masalah Keperawatan
  1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
  2. Kekurangan volume cairan
  3. Gangguan integritas kulit
  4. Resiko terjadi injury


Intervensi

1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
  • Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
  • Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
  • Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
  • Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
  • Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
  • Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
  • Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
  • Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
  • Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
  • Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
  • Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
  • Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
  • Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
  • Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
  • Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
  • Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
  • Pantau masukan dan pengeluaran
  • Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
  • Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
  • Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
  • Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K).

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
  • Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :

  • Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
  • Kaji tanda vital
  • Kaji adanya nyeri
  • Lakukan perawatan luka
  • Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
  • Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury

Intervensi :
  • Hindarkan lantai yang licin.
  • Gunakan bed yang rendah.
  • Orientasikan klien dengan ruangan.
  • Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
  • Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.

Search